Sunan Bonang dan Peranan Pemikiran Sufistiknya

Oleh: Dr Abdul Hadi WM

DI kalangan ulama tertentu mungkin peranan Sunan Bonang dianggap tidak begitu menonjol dibanding wali-wali Jawa yang lain. Tetapi apabila kita mencermati manuskrip-manuskrip Jawa lama peninggalan zaman Islam yang terdapat di Museum Leiden dan Museum Batavia (sekarang dipindah ke Perpustakaan Nasional), justru Sunan Bonang yang meninggalkan warisan karya tulis paling banyak, berisi pemikiran keagamaan dan budaya bercorak sufistik. Putra Raden Rahma alias Sunan Ampel, dan cucu Maulana Malik Ibrahim, yang nenek moyangnya berasal dari Samarkand ini, masih bersaudara dengan Sunan Giri, wali yang paling berpengaruh di Jawa Timur. Kedua bersaudara ini diperkirakan lahir pada pertengahan abad ke-15 M, pada saat Kerajaan Majapahit sedang di ambang keruntuhan. Sunan Bonang (nama sebenarnya Makhdum Ibrahim bergelar Khalifah Asmara) wafat sekitar tahun 1530 M di Tuban, tempat kegiatannya terakhir dan paling lama, pada masa jayanya Kerajaan Demak Darussalam.

Kedua wali itu dikenal sebagai pendakwah Islam yang gigih. Keduanya sama-sama belajar di Malaka dan Pasai, baru kemudian menunaikan ibadah haji di Mekah. Bedanya, jika Sunan Giri lebih condong pada ilmu fiqih, syariah, teologi, dan politik; Sunan Bonang –tanpa mengabaikan ilmu-ilmu Islam yang lain– lebih condong pada tasawuf dan kesusastraan. Sumber-sumber sejarah Jawa, termasuk suluk-suluknya sendiri menyatakan bahwa ia sangat aktif dalam kegiatan sastra, mistik, seni lakon, dan seni kriya. Dakwah melalui seni dan aktivitas budaya merupakan senjatanya yang ampuh untuk menarik penduduk Jawa memeluk agama Islam.

Sebagai musikus dan komponis terkemuka, konon Sunan Bonang menciptakan beberapa komposisi (gending), di antaranya Gending Dharma. Gending ini dicipta berdasarkan wawasan estetik sufi, yang memandang alunan bunyi musik tertentu dapat dijadikan sarana kenaikan menuju alam kerohanian. Gending Darma, konon, apabila didengar orang dapat menghanyutkan jiwa dan membawanya ke alam meditasi (tafakkur). Penabuhan gending ini pernah menggagalkan rencana perampokan gerombolan bandit di Surabaya. Manakala gending ini ditabuh oleh Sunan Bonang, para perampok itu terhanyut ke alam meditasi dan lupa akan rencananya melakukan perampokan. Keesokannya pemimpin bandit dan anak buahnya menghadap Sunan Bonang, dan menyatakan diri memeluk Islam.

Sunan Bonang bersama Sunan Kalijaga dan lain-lain, jelas bertanggung jawab bagi perubahan arah estetika Gamelan. Musik yang semula bercorak Hindu dan ditabuh berdasarkan wawasan estetik Sufi. Tidak mengherankan gamelan Jawa menjadi sangat kontemplatif dan meditatif, berbeda dengan gamelan Bali yang merupakan warisan musik Hindu. Warna sufistik gamelan Jawa ini lalu berpengaruh pada gamelan Sunda dan Madura.

Sunan Bonang juga menambahkan instrumen baru pada gamelan. Yaitu bonang (diambil dari gelarnya sebagai wali yang membuka pesantren pertama di Desa Bonang). Bonang adalah alat musik dari Campa, yang dibawa dari Campa sebagai hadiah perkawinan Prabu Brawijaya dengan Putri Campa, yang juga saudara sepupu Sunan Bonang. Instrumen lain yang ditambahkan pada gamelan ialah rebab, alat musik Arab yang memberi suasana syahdu dan harus apabila dibunyikan. Rebab, yang tidak ada pada gamelan Bali, sangat dominan dalam gamelan Jawa, bahkan didudukkan sebagai raja instrumen.

Sebagai Imam pertama Masjid Demak, Sunan Bonang bersama wali lain, terutama murid dan sahabat karibnya Sunan Kalijaga, sibuk memberi warna lokal pada upacara-upacara keagamaan Islam seperti Idul Fitri, perayaan Maulid Nabi, peringatan Tahun Baru Islam (1 Muharram atau 1 Asyura) dan lain-lain. Dengan memberi warna lokal maka upacara-upacara itu tidak asing dan akrab bagi masyarakat Jawa.

Syair Islam pun akan mulus dan ajaran Islam mudah diresapi.Toh, menurut Sunan Bonang, kebudayaan Islam tidak mesti kearab-araban. Menutupi aurat tidak mesti memakai baju Arab, tetapi cukup dengan memakai kebaya dan kerudung.

Di antara upacara keagamaan yang diberi bungkus budaya Jawa, yang sampai kini masih diselenggarakan ialah upacara Sekaten dan Grebeg Maulid. Beberapa lakon carangan pewayangan yang bernapas Islam juga digubah oleh Sunan Bonang bersama-sama Sunan Kalijaga.
Di antaranya Petruk Jadi Raja dan Layang Kalimasada.

Setelah berselisih paham dengan Sultan Demak I, yaitu Raden Patah, Sunan Bonang mengundurkan diri sebagai Imam Masjid Kerajaan. Ia pindah ke desa Bonang, dekat Lasem, sebuah desa yang kering kerontang dan miskin. Di sini ia mendirikan pesantren kecil, mendidik murid-muridnya dalam berbagai keterampilan di samping pengetahuan agama. Di sini pula Sunan Bonang banyak mendidik para mualaf menjadi pemeluk Islam yang teguh. Suluk-suluknya seperti Suluk Wujil, menyebutkan bahwa ia bukan saja mengajarkan ilmu fikih dan syariat serta teologi, melainkan juga kesenian, sastra, seni kriya, dan ilmu tasawuf. Tasawuf diajarkan kepada siswa-siswanya yang pandai, jadi tidak diajarkan kepada sembarangan murid.

Keahliannya di bidang geologi dipraktekkan dengan menggali banyak sumber air dan sumur untuk perbekalan air penduduk dan untuk irigasi pertanian lahan kering. Sunan Bonang juga mengajarkan cara membuat terasi, karena di Bonang banyak terdapat udang kecil untuk pembuatan terasi. Sampai kini terasi Bonang sangat terkenal, dan merupakan sumber penghasilan penduduk desa yang cukup penting.

Karya dan Ajaran

Karya Sunan Bonang, puisi dan prosa, cukup banyak. Di antaranya sebagaimana disebut B Schrieke (1913), Purbatjaraka (1938), Pigeaud (1967), Drewes (1954, 1968 dan 1978) ialah Suluk Wujil, Suluk Khalifah, Suluk Regok, Suluk Bentur, Suluk Wasiyat, Suluk Ing Aewuh, Suluk Pipiringan, Suluk Jebeng dan lain-lain. Satu-satunya karangan prosanya yang dijumpai ialah Wejangan Seh Bari. Risalah tasawufnya yang ditulis dalam bentuk dialog antara guru tasawuf dan muridnya ini telah ditranskripsi, mula-mula oleh Schrieke dalam buku Het Boek van Bonang (1913) disertai pembahasan dan terjemahan dalam bahasa Belanda, kemudian disunting lagi oleh Drewes dan disertai terjemahan dalam bahasa Inggris yakni The Admonition of Seh Bari (1969).

Sedangkan Suluk Wujil ditranskripsi Purbatjaraka dengan pembahasan ringkas dalam tulisannya “Soeloek Woedjil: De Geheime leer van Soenan Bonang” (majalah Djawa no. 3-5, 1938). Melalui karya-karyanya itu kita dapat memetik beberapa ajarannya yang penting dan relevan. Seluruh ajaran Tasawuf Sunan Bonang, sebagai ajaran Sufi yang lain, berkenaan dengan metode intuitif atau jalan cinta (isyq) pemahaman terhadap ajaran Tauhid; arti mengenal diri yang berkenaan dengan ikhtiar pengendalian diri, jadi bertalian dengan masalah kecerdasan emosi; masalah kemauan murni dan lain-lain.

Cinta menurut pandangan Sunan Bonang ialah kecenderungan yang kuat kepada Yang Satu, yaitu Yang Mahaindah. Dalam pengertian ini seseorang yang mencintai tidak memberi tempat pada yang selain Dia. Ini terkandung dalam kalimah syahadah La ilaha illa Llah. Laba dari cinta seperti itu ialah pengenalan yang mendalam (makrifat) tentang Yang Satu dan perasaan haqqul yaqin (pasti) tentang kebenaran dan keberadaan-nya. Apabila sudah demikian, maka kita dengan segala gerak-gerik hati dan perbuatan kita, akan senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh-Nya. Kita menjadi ingat (eling) dan waspada.

Cinta merupakan, baik keadaan rohani (hal) maupun peringkat rohani (maqam). Sebagai keadaan rohani ia diperoleh tanpa upaya, karena Yang Satu sendiri yang menariknya ke hadirat-Nya dengan memberikan antusiasme ketuhanan ke dalam hati si penerima keadaan rohani itu. Sedangkan sebagai maqam atau peringkat rohani, cinta dicapai melalui ikhtiar terus-menerus, antara lain dengan memperbanyak ibadah dan melakukan mujahadah, yaitu perjuangan batin melawan kecenderungan buruk dalam diri disebabkan ulah hawa nafsu. Ibadah yang sungguh-sungguh dan latihan kerohanian dapat membawa seseorang mengenal kehadiran rahasia Yang Satu dalam setiap aspek kehidupan. Kemauan murni, yaitu kemauan yang tidak dicemari sikap egosentris atau mengutamakan kepentingan hawa nafsu, timbul dari tindakan ibadah. Kita harus menjadikan diri kita masjid yaitu, tempat bersujud dan menghadap kiblat-Nya, dan segala perbuatan kita pun harus dilakukan sebagai ibadah. Kemauan mempengaruhi amal perbuatan dan perilaku kita. Kemauan baik datang dari ingatan (zikir) dan pikiran (pikir) yang baik dan jernih tentang-Nya.

Dalam Suluk Wujil, yang memuat ajaran Sunan Bonang kepada Wujil pelawak cebol terpelajar dari Majapahit yang berkat asuhan Sunan Bonang memeluk agama Islam sang — wali bertutur:

Jangan terlalu jauh mencari keindahan
Keindahan ada dalam diri
Malah jagat raya terbentang dalam diri
Jadikan dirimu Cinta
Supaya dapat kau melihat dunia (dengan jernih)
Pusatkan pikiran, heningkan cipta
Siang malam, waspadalah!
Segala yang terjadi di sekitarmu
Adalah akibat perbuatanmu juga
Kerusakan dunia ini timbul, Wujil!
Karena perbuatanmu
Kau harus mengenal yang tidak dapat binasa
Melalui pengetahuan tentang Yang Sempurna
Yang langgeng tidak lapuk
Pengetahuan ini akan membawamu menuju keluasan
Sehingga pada akhirnya mencapai Tuhan
Sebab itu, Wujil! Kenali dirimu
Hawa nafsumu akan terlena
Apabila kau menyangkalnya
Mereka yang mengenal diri
Nafsunya terkendali

Kelemahan dirinya akan tampak
Dan dapat memperbaikinya

Dengan menyatakan `jagat terbentang dalam diri` Sunan Bonang ingin menyatakan betapa pentingnya manusia memperhatikan potensi kerohaniannya. Adalah yang spiritual yang menentukan yang material, bukan sebaliknya. Tetapi karena pikiran manusia kacau, ia menyangka yang material semata-mata yang menentukan hidupnya. Karena potensi kerohaiannya inilah manusia diangkat menjadi khalifah Tuhan di bumi.

Dalam Suluk Kaderesan, Sunan Bonang menulis:

Jangan meninggikan diri
Berlindunglah kepada-Nya
Ketahuilah tempat sebenarnya jasad ialah roh
Jangan bertanya
Jangan memuja para nabi dan wali-wali
Jangan kau mengaku Tuhan
.

Dalam Suluk Ing Aewuh ia menyatakan:

Perkuat dirimu dengan ikhtiar dan amal
Teguhlah dalam sikap tak mementingkan dunia
Namun jangan jadikan pengetahuan rohani sebagai tujuan
Renungi dalam-dalam dirimu agar niatmu terkabul
Kau adalah pancaran kebenaran ilahi
Jalan terbaik ialah tidak mamandang selain Dia
.

Relevansi dan Pengaruh

Jelas sekali bahwa Sunan Bonang mengajarkan tasawuf positif dengan menekankan pentingnya ikhtiar dan kemauan (kehendak) dalam mencapai cita-cita.

Pengaruh ajaran ini juga terasa pula pada pandangan hidup dan budaya masyarakat muslim pesisir, khususnya di Jawa Timur dan Madura. Penduduk muslim Jawa Timur dan Madura sejak lama ialah pengikut madzab Syafii yang patuh dengan kecenderungan tasawuf yang kuat. Namun mereka juga memiliki etos kerja keras dan akrab dengan budaya dagang.
Tasawuf yang diresapi dan dipahami ternyata bukan tasawuf yang eskapis dan pasif. Sebaliknya yang dihayati ialah tasawuf yang aktif dan militan; aktif dan militan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik, dan juga dalam kehidupan agama dan kebudayaan.
Pengaruh penting lain ajaran Sunan Bonang ialah pada pemikiran kebudayaan termasuk dalam seni atau wawasan estetik. Sunan Bonang berpendapat bahwa agama apa pun, termasuk Islam, dapat tersebar cepat dan mudah diresapi oleh masyarakat, apabila unsur-unsur penting budaya masyarakat setempat dapat diserap dan diintegrasikan ke dalam sistem nilai dan pandangan hidup agama bersangkutan.

Dr Abdul Hadi WM, Pengajar Universitas Paramadina-Mulya, Jakarta.

Explore posts in the same categories: Artikel, Panepen

16 Comments on “Sunan Bonang dan Peranan Pemikiran Sufistiknya”

  1. dewi arum Says:

    saya setuju dengan pemikiran sunan bonang mengenai wanita indomesia yang muslim tidak harus berhijab mengikuti cara berpakaian oeang arab. cukup dengan kebaya plus kerudung, kita sudah menutup aurat kita. dan identitad budaya nadional pun te5tap ada. beliau tidak memakdakan pengamut islam indonesia harus serupa penampilannya dengan tempat islam berasal. menurut saya, hal itu patut diterapkan dan di sosialisasikan dalam kehidupan kini.

  2. dewi arum Says:

    saya setuju dengan pemikiran sunan bonang mengenai wanita indonesia yang muslim tidak harus berhijab mengikuti cara berpakaian orang arab. cukup dengan kebaya plus kerudung, kita sudah menutup aurat kita. dan identitas budaya nadional pun tetap ada. beliau tidak memaksakan penganut islam indonesia harus serupa penampilannya dengan tempat islam berasal. menurut saya, hal itu patut diterapkan dan di sosialisasikan dalam kehidupan kini.

  3. parmin_danisa Says:

    ajaran kanjeng Sunan Bonang adalah seorang yang Arif dan bijaksana dlm menyikapi sesuatu.
    Dan Sifat inilah yang Hendaknya bisa kita Contoh,Tetapmenggunakan Syari’at islam Tpi tdk dengan cara yang kaku….

    Untuk Kanjeng Sunan Bonang …..Al Fatihah…

  4. parmin_danisa Says:

    Revisi: Kanjeng sunan Bonang adalah Orang yang Arief dan bijaksana dan patut kita contoh.
    Dan sifat inilah yang harusss kita Contoh , dalam berda’wah tdk kaku dalam menerapkan Syari’at Islam.

  5. Dhilan Djalani Kusumaputra Says:

    Alhamdulillah! Kami sangat bersyukur mendapatkan dan baca tulisan ini, semoga Allah SWT juga membimbing kami hadir pada acara silaturahim selanjutnya.. Amin!

  6. djainuddin alting Says:

    alhamdulillahi…saya sangat dangkal dalam pengetahuan kehidupan para sunan ( wali songo ) jadi saya sangat bersyukur andainya pencerahan-pencerahan seperti ini, selalu diisi dengan lebih dalam lagi terutama masalahan pendalaman kerohaniannya.
    sehingga kita-kita umat islam tidak hanya terfokus kepada hal-hal diluar saja ( syaret ) yang banyak menimbulkan pertentangan-pertentangan yang tidak sehat dalam memandang islam itu sendiri.

    wassalam.

  7. arun Says:

    salam,

    trims artikelnya.
    Tapi kok hanya sepenggal-sepenggal

    tolong di tulis yang lengkap seperti suluk wujil, jebeng dengan lengkap.

    saya lagi cari-cari suluk sunan bonang secara lengkap.

    trims

  8. djatmiko wisnu Says:

    wah menarik sekali ulasan tentang guru saya Kanjeng Sunan Bonang.
    Saya malah belum tau, insya Alloh, akan saya klarifikasi berita tsb.

  9. wawan Says:

    Sunan Bonang:dakwah kultural yang tidak hanya mengungkap agama dari aspek literal saja namun secara bijak menempatkan agama ditengah ruang yang berisi tanpa harus bersesakan

  10. Aryakamandanu Says:

    Saya sangat setuju tentang ajaran kanjeng sunan bonang mengenai wanita muslim tidak harus memakai jilbab seperti wanita arab yg memakai cadar,lebih baik memakai kebaya dan kerudung itu lebih mencerminkan islam di indonesi dpt berbaur menjadi satu dgn budaya indonesia,alhamdulilah ada penjelasan seperti ini,dan saya pernah berziarah ke makam sunan bonang dilasem maupun yg dituban serta ke tempat pasujudan sunan bonang di lasem,dan saya sangat berterimakasi kepada warga dilasem yg membantu saya dalam mencari informasi tentang sunan bonang,waktu itu saya dgn team jejak islam nusantara membuat episode tentang sunan bonang,dan banyak sekali cerita sejarah sunan bonang yg tidak sesuai dgn buku atau pun cerita yg perna saya baca maupun saya dengar,mengenai asal muasal sunan bonang maupun makam sunan bonang yang mana yang asli tp apapun itu semua ajaran kanjeng sunan bonang setidaknya dpt menjadi acuan bagi kita sebagai umat islam indonesia wassalam…

  11. eko Says:

    saya setuju dengan dakwah sunan bonang yang dawahnya tanpa mengghilangkan identititas / kultur suatu budaya masyarakat setempat sehingga bisa di terima dengan cepat itu yang belum bisa dilaksanakan oleh dai dai kita sekarang ini.

  12. doni Says:

    saya sangat ingin sekali mengkaji suluk” sunan bonang lebih dalam lagi
    dan saya juga kagum dengan pemikiran dari sunan bonang
    bagi rekan” yg pengen mbantu saya boleh hub saya..
    thankx

  13. doni Says:

    or boleh kirim pesan anda di
    sobat_doni@yahoo.co.id

  14. kanzunqalam Says:

    Kalo bicara keturunan sunan giri, bisa kemana-mana…

    setidaknya ada 7 Pendiri Kraton di Nusantara, yang masih keturunan beliau, yaitu :

    1. Sultan Abdurrahman (Kesultanan Palembang)
    2. Sultan Hamengkubuwono I (Kraton Jogja)
    3. KGPAA Paku Alam I (Kraton Paku Alaman)
    4. KGPAA Mangkunegara I (Keraton Mangkunegara)
    5. Sunan Pakuwono II (Keraton Surakarta)
    6. Sultan Sepuh I (Kraton Kasepuhan Cirebon)
    7. Sultan Anom I (Kraton Kanoman Cirebon)

    Untuk silsilah selengkapnya, silahkan ke link berikut :

    Inilah SILSILAH 7 KRATON, melalui jalur SUNAN GIRI
    http://www.lintasberita.com/Entertainment/Selebriti/inilah-silsilah-7-kraton-melalui-jalur-sunan-giri

  15. Joko supartono Says:

    Tolong perbanyak artikel tentang ajaran sunan bonang biar umat islam di indonesia banyak yg baca, dan bisa menjadikan umat islam INA Lebih santun dan tidak beringas kelakuan dan penampilanya…


  16. […] Baca lagi tentang Sunan Bonang di sini: Sunan Bonang dan Peranan Pemikiran Sufistiknya oleh Dr. Abdul Hadi WM […]


Leave a reply to doni Cancel reply